Kamis, 15 Mei 2014

Tahap Pra Bencana

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian
Menurut UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)yaitu suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

2.2    Klasifikasi
Klasifikasi bencana berdasarkan sumber dan wakytu munculnya, yaitu:
1.    Sumber:
a.    Alam (natural disaster)
b.    Ulah manusia (man-made disaster)
c.    Kompleks (multi-faktor)
2.    Waktu munculnya:
a.    Mendadak (sudden-onset disaster)
b.    Perlahan (gradual-onset disaster)

2.3    Karakteristik Bencana
Jenis bencana yang akan dibahas pada pedoman ini adalah bencana yang memiliki karakteristik terjadinya masih dapat diprediksi dan masih memiliki waktu yang cukup untuk memberikan peringatan kepada masyarakat. Khusus untuk bencana gempa bumi dan tsunami, secara nasional Indonesia sudah memiliki Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System – Ina TEWS) sehingga sistem tersebut sudah langsung dapat digunakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
1.      Banjir
Ada dua pengertian mengenai banjir:
a.       Aliran sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan lahan rendah di sisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak melewati aliran air.
b.      Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air akibat badai. Berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:
1)        Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik sistem sungai alami maupun sungai buatan;
2)        Banjir yang disebabkan meningkatnya muka iar sungai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai;
3)        Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, tanggul, dan bangunan pengendali banjir;
4)        Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.
                        Penyebab terjadinya banjir antara lain sebagai berikut:
1)        Pada umunmya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal
2)        Berkurangnya daya tamping sistem saluran drainase dank anal penampung banjir, akibat sedimentasi, sampah serta hambatan lain
3)        Pengundulan hutan di daerah tangkapan air
4)        Berkurangnya daerah resapan air.
                       Gejala terjadinya banjir antara lain sebagai berikut:
1)        Curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama
2)        Tingginya pasang laut yang disertai dengan badai mengindikasikan akan datangnya bencana banjir beberapa jam kemudian, terutama untuk daerah yang dipengaruhi pasang surut.
2.       Longsor/Gerakan Tanah
 Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, atau percampuran kedunya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor dapat disebabkan oleh:
a)    Penggundulan hutan; yang biasanya akan mengakibatkan berkurangnya daya ikat tanah
b)   Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat/kendaraan
c)    Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah
d)   Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga.
Gejala terjadinya tanah longsor antara lain:
a.         Munculnya retakan memanjang atau lengkung pada tanah atau pada konstruksi bangunan, yang biasanya terjadi setelah hujan;
b.        Terjadinya penggembungan pada lereng atau tembok bangunan;
c.         Tiba-tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng;
d.        Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air/mata air, air tersebut tiba-tiba menjadi keruh bercampur lumpur;
e.         Pohon-pohon atau tiang-tiang miring searah kemiringan lereng;
f.         Terdengar suara gemuruh atau suara ledakan dari atas lereng;
g.        Terjadi runtuhan atau aliran butiran tanah/kerikil secara mendadak dari atas lereng.
3.       Gempabumi
Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivasi gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan pergeseran pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Pergerakan relatif lempeng tektonik benua mengakibatkan terjadinya penumpukan (akumulasi) tekanan pada daerah-daerah pertemuannya. Saat elastisitas batuan tidak lagi mampu menahan tekanan ini batuan akan melenting menuju kondisi setimbang mendekati kondisi awal sebelum terkena tekanan. Lentingan ini menimbulkan energi getaran yang kuat yang dirambatkan ke segala arah dalam lempeng bumi yang disebut gempabumi.
Penyebab gempa bumi antara lain:
a.         Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
b.        Aktivitas sesar di permukaan bumi
c.         Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadinya runtuhan tanah
d.        Aktivitas gunungapi
e.         Ledakan nuklir
Gempabumi umumnya terjadi secara mendadak, dan belum ada metode untuk pendugaan secara akurat.
4.       Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang: Tsu" berarti pelabuhan serta Nami" berarti gelombang, sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena gangguan impulsif pada laut.
Penyebab tsunami antara lain sebagai berikut:
a.         Gempabumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang sangat besar di bawah air (laut/danau)
b.        Tanah longsor di bawah air/laut
c.         Letusan gunung api di bawan laut dan gunungapi pulau
d.        Letusan meteor yang jatuh ke laut
Di Indonesia, gempa bumi merupakan penyebab utama terjadinya tsunami. Untuk memicu tsunami, gempabumi harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.         Gempabumi terjadi di bawah laut
b.        Kedalaman gempabumi (episentrum) bawah laut kurang dari 100 km
c.         Gempabumi bawah laut memiliki kekuatan 7 Skala Richter (SR) atau lebih
d.        Pergerakan lempeng tektonik terjadi secara vertikal, sehingga mengakibatkan dasar laut naik dan mengangkat air di atasnya

5.       Letusan Gunungapi
 Gunungapi adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan (magma/gas) yang berasal dari dalam bumi. Penyebab letusan gunungapi antara lain:
a.         Pancaran magma dari dalam bumi yang berasosiasi dengan arus konveksi panas
b.        Proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng/kulit bumi
c.         Akumulasi tekanan dan temperature dari uida magma menimbulkan pelepasan energi.
Gejala letusan gunung api adalah sebagai berikut:
a.         Aktif-Normal (level 1) : kegiatan gunungapi baik secara visual, maupun dengan instrumentasi tidak ada gejala perubahan kegiatan
b.        Waspada (level 2) : berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumentasi mulai terdeteksi gejala perubahan kegiatan, misalnya jumlah gempa vulkanik, suhu kawah (sulfatara/fumarola) meningkat dari nilai normal;
c.         Siaga (level 3) : kenaikan kegiatan semakin nyata. Hasil pantauan visual dan seismic berlanjut didukung dengan data dari instrumentasi lainnya;
d.        Awas (level 4) : Semua data menunjukkan bahwa letusan utama segera menjelang. Letusan-letusan asap/abu sudah mulai terjadi.
6.       Kekeringan
Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
Gejala terjadinya kekeringan antara lain:
a.         Menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.
b.        Terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah.
7.       Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap fisik atau hayati yang menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan dalam menunjang kehidupan yang berkelanjutan sebagai akibat dari penggunaan api yang tidak terkendali maupun factor alam yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan atau lahan.
Penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
a.         Aktivitas manusia yang menggunakan api di kawasan hutan dan lahan, sehingga menyebabkan bencana kebakaran;
b.        Faktor alam yang memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan;
c.         Jenis tanaman yang sejenis dan memiliki titik bakar yang rendah serta hutan terdegradasi menyebabkan semakin rentan terhadap bahaya kebakaran;
d.        Api yang cukup besar sehingga memicu percepatan menjalarnya api;
e.         Topografi yang terjal sehingga mempercepat api dari bawah ke atas.
Gejala kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
a.         Adanya aktivitas manusia menggunakan api di kawasan hutan dan lahan;
b.        Ditandai dengan adanya tumbuhan yang merangas;
c.         Kelembaban udara rendah;
d.        Kekeringan akibat musim kemarau panjang;
e.         Peralihan musim menuju kemarau;
f.         Meningkatnya migrasi satwa keluar habitat.

2.4    Tanda-Tanda Terjadinya Bencana
1.    Tanda-tanda bencana banjir, antara lain:
Bencana banjir juga memiliki beberapa tanda yang bisa kita lihat dan dapat kita jadikan sebagai tanda terjadinya bencana. Secara umum tanda-tanda tersebut antara lain sebagai berikut:
a)    Terjadinya hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi tanpa disertai dengan proses infiltrasi/penyerapan yang baik.
b)   Air melebihi batas sempadan sungai, sehingga meluap dan menggenangi daerah sekitarnya.
c)    Air yang jatuh ke permukaan tidak dapat mengalir dengan baik karena saluran drainase yang ada tidak berfungsi dengan baik, sehingga air tersumbat dan tidak dapat mengalir dengan baik.
d)   Tergenangnya air akibat tidak mampunya air yang ada melakukan infiltrasi karena kurangnya fungsi vegetasi sebagai penyerap atau penyimpan cadangan air.
2.    Tanda-tanda bencana kekeringan, antara lain:
Bencana kekeringan juga dapat diketahui gejala-gejalanya. Biasanya Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dapat memprediksi bencana kekeringan. Musim kemarau yang berlangsung panjang atau gejala El Nino dapat diprediksi oleh lembaga tersebut, sehingga bencana kekeringan juga dapat diperkirakan. Adapun gejala atau tanda-tanda akan terjadi kekeringan pada suatu wilayah diantaranya adalah sebagai berikut:
a)    Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.
b)   Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan ketinggian muka air tanah.
c)    Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu. Akibatnya, tanaman menjadi rusak/mengering.
3.    Tanda-tanda longsor
Bencana longsor biasanya terjadi pada saat musim hujan, terutama awal musim hujan. Tanah yang berada pada lereng yang sebelumnya kering pada saat musim kemarau kemudian terisi air hujan. Kondisi ini akan meningkatkan gaya berat atau gravitasi tanah, sehingga tanah akan meluncur atau longsor. Sebelum terjadinya longsor, kita dapat mengenali tanda-tandanya, yaitu:
a)    Runtuh atau jatuhnya lapisan tanah pada tepian tebing dan tumbangnya pohon-pohon yang ada di atasnya.
b)   Pada saat terjadi hujan, air yang mengalir akan terlihat berwarna keruh karena membawa material tanah (lumpur).
c)    Biasanya terdengar suara gemuruh karena adanya gempa runtuhan di daerah longsor.
d)   Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
e)    Biasanya terjadi setelah hujan.
f)    Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
g)   Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
4.    Tanda-tanda letusan gunung api
Masyarakat yang tinggal atau berada di lingkungan gunung api, biasanya sedikit banyak telah mengetahui gejala-gejala yang terjadi saat akan adanya letusan dari gunung api tersebut. Letusan gunung api terjadi karena adanya gejala vulkanisme yaitu peristiwa yang berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi. Peristiwa tersebut ditandai dengan gejala berikut:
a.    Gempa vulkanik
Gempa vulkanik terjadi karena adanya aktivitas magma yang bergerak mendekati permukaan bumi. Karena itulah, biasanya gempa menjadi tanda aktifnya gunung api dan menandai akan terjadinya letusan gunung api. Aktivitas gempa tersebut dipantau oleh petugas di posko pengamatan gunung api.
b.    Munculnya gas vulkanik
Magma mengandung gas yang keluar dari magma pada saat masih di bawah permukaan bumi maupun pada saat  bergerak menuju permukaan bumi. Walaupun tidak selalu merupakan tanda gunung api akan segera meletus, tetapi munculnya gas vulkanik menandakan adanya magma di bawah permukaan. Gas keluar menuju atmosfer melalui tanah, lubang vulkanik, fumarol dan sistem hidrotermal. Gas yang umunya dikeluarkan oleh magma dalam bentuk uap, yang diikuti oleh CO2, SO2, HCL dan campuran lainnya.
c.    Adanya perubahan bentuk (deformasi) gunung api
Aktivitas magma yang bergerak menuju permukaan akan mendorong permukaan gunung api lebih tinggi dari biasanya. Kadang perubahan tersebut berupa tonjolan atau bentuk cembung pada bagian lereng tertentu. Perubahan bentuk atau tinggi permukaan tersebut diamati dengan menggunakan GPS (Global Positioning System).
d.   Naiknya suhu sekitar kawah
Naiknya suhu sekitar kawah terjadi karena magma yang sudah mendekati permukaan. Kontak antara magma dengan batuan dekat permukaan menyebabkan air atau udara yang ada di atas permukaan bertambah suhunya. Karena itu, peristiwa letusan ditandai oleh naiknya suhu air dan udara di sekitar kawah. Biasanya petugas akan terus memantau suhu air di sekitar kawah untuk menentukan kemungkinan letusan gunung api.
Selain tanda-tanda tersebut, terdapat pula tanda-tanda lainnya, yaitu:
1)   Sumber air banyak yang mongering.
2)   Binatang yang ada di puncak gunung banyak yang berpindah dan berlarian mencari tempat yang dingin.
3)   Sering terdengar suara gemuruh dari dalam gunung akibat aktivitas magma.
Bila ada tanda-tanda gunung api akan meletus, ada beberapa antisipasi atau upaya untuk mengurangi bahaya dari bencana tersebut, antara lain:
1)   Membuat terowongan-terowongan air pada kepundan (kawah) yang berdanau, misalnya terowongan di Gunung Kelud.
2)   Menyebarkan informasi dan memberi peringatan dini dari hasil pemantauan pos-pos pengamatan gunung api.
3)   Mengungsikan penduduk yang bertempat tinggal di lereng-lereng gunung api yang akan meletus.
5.      Tanda-tanda tsunami
Tsunami terjadu terutama karena gempa bumi bawah laut, longsor bawah laut, atau letusan gunung api bawah laut. Walaupun jarang, tsunami bisa juga terjadi karena jatuhnya meteor berukuran besar ke laut. Tsunami juga kadang terjadi karena peristiwa badai yang sangat besar.
Pada saat ini, dengan kemajuan ilmunya pengetahuan dan teknologi, manusia mengembangkan alat untuk mendeteksi terjadinya tsunami. Alat tersebut berupa sistem peringatan dini (early warning system) yang dipasang di lepas pantai. Informasi yang diperoleh dari alat ini disampaikan melalui satelit ke pusat data yang kemudian menyebarkan ke masyarakat luas.
Selain dengan menggunakan alat tersebut, terdapat pula tanda-tanda yang bisa dijadikan acuan akan adanya tsunami. Tanda-tanda tersebut adalah:
a.    Gempa bumi
Gempa bumi merupakan tanda peringatan tsunami yang langsung dapat dikenali dan dirasakan oleh penduduk di dekat pantai. Walaupun tidak selalu gempa bumi menimbulkan tsunami, tetapi terjadinya gempa merupakan tanda awal bagi penduduk untuk siap siaga menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami.
Gempa bumi yang menimbulkan tsunami terjadi karena pergeseran atau sesar, sehingga bagian lapisan bumi yang satu bergerak atau pindah dari bagian lainnya. Pergeseran tersebut menimbulkan gelombang yang makin besar semakin ke arah daratan.
b.    Surutnya air laut
Surutnya air laut secara tiba-tiba juga dapat dijadikan tanda akan terjadinya tsunami. Para saksi mata pada saat tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu menyatakan bahwa air laut surut secara tiba-tiba sebelum terjadi tsunami. Peristiwa tersebut menarik para pengunjung pantai dan sebagian bergerak ke arah lautan karena sebagian besar pantai terlihat dengan jelas. Padahal sekitar 10 sampai 30 menit kemudian menjadi gelombang yang besar dan ganas.
Selain tanda-tanda yang umum tersebut, beberapa saksi mata melihat tanda-tanda tsunami lainnya. Beberapa tanda tersebut adalah:
a.    Hewan-hewan terutama burung laut yang ada di sekitarnya panic dan ikan-ikan yang ada di laut tampak melakukan ‘migrasi’ secara besar-besaran.
b.    Terbentuknya awan vertikal di atas permukaan laut.
c.    Gelombang air laut yang ada terlihat lebih besar dan lebih tinggi dari biasanya.
2.5    Tahap Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a.    Situasi tidak terjadi bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1)   perencanaan penanggulangan bencana;
2)   pengurangan risiko bencana;
3)   pencegahan;
4)   pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5)   persyaratan analisis risiko bencana;
6)   pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7)   pendidikan dan pelatihan; dan
8)   persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b.    Kegiatan pra bencana pada daerah potensi bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
1)   Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara individu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.
a)    Mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
b)   Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
c)    Langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum  peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah:
a)        kemampuan menilai resiko
b)        perencanaan siaga
c)        mobilisasi sumberdaya
d)       pendidikan dan pelatihan
e)        koordinasi
f)         mekanisme respon
g)        manajemen informasi
h)        gladi/ simulasi.
2)   Peringatan dini
a)        Prinsip Dasar Peringatan Dini
Sistem peringatan dini menjadi bagian penting dari mekanisme kesiapsiagaan masyarakat, karena peringatan dapat menjadi faktor kunci penting yang menghubungkan antara tahap kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Secara teoritis bila peringatan dini disampaikan tepat waktu, maka suatu peristiwa yang dapat menimbulkan bencana dahsyat dapat diperkecil dampak negatifnya.
Seberapa besar peringatan dapat mengurangi dampak suatu peristiwa bencana akan sangat bergantung pada banyak faktor, misalnya:
1)        Ketepatan peringatan
2)        Jarak waktu yang tersedia antara keluarnya peringatan sampai datangnya peristiwa yang dapat menimbulkan bencana
3)        Seberapa siap perencanaan pra bencana dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk kemampuan masyarakat untuk menanggapi peringatan tersebut dan melakukan tindakan antisipasi secara tepat.
Seiring meningkatnya intensitas dan frekuensi berbagai ancaman bencana yang terjadi di Indonesia, kesiapsiagaan perlu didorong agar dalam meng- hadapi situasi darurat masyarakat dapat berperan maksimal sesuai dengan kapasitas dan tanggungjawabnya. Hal ini mengingat masyarakat tidak selalu menerima peringatan dini yang dikeluarkan oleh lembaga terkait. Kebijakan pencegahan terlalu penting jika hanya diserahkan kepada pemerintah atau lembaga internasional saja (Ko_ Annan, 1999). Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan sarana yang ada disekitarnya sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya masyarakat sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kearifan lokal tentang gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya suatu bencana. Pengetahuan akan gejala alam tersebut sangat diperlukan, karena merupakan salah satu bentuk peringatan dini bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan penyelamatan diri. Dalam pengantar /Pedoman WMO pada Praktek Pelayanan Cuaca Publik" dinyatakan bahwa peringatan dini hanya apabila diterima, dipahami, dipercaya, dan ditindaklanjuti.
b)      Unsur Peringatan Dini
Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat adalah untuk memberdayakan individu dan masyarakat yang terancam bahaya untuk bertindak dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya  harta benda dan lingkungan.
Sistem peringatan dini yang lengkap dan efektif terdiri atas empat unsur yang saling terkait, mulai dari pengetahuan tentang bahaya dan kerentanan, hingga kesiapan dan kemampuan untuk menanggulangi. Pengalaman baik dari sistem peringatan dini juga memiliki hubungan antar-ikatan yang kuat dan saluran komunikasi yang efektif di antara semua elemen tersebut. Keempat elemen tersebut adalah:
-          Pengetahuan tentang risiko
Risiko akan muncul dari kombinasi adanya bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu. Kajian terhadap risiko bencana memerlukan pengumpulan dan analisis data yang sitematis serta harus mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari berbagai proses seperti urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan, penurunan kualitas lingkungan, dan perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana akan membantu memotivasi orang, sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan sistem peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan menanggulangi bencana.
-        Pemantauan dan layanan peringatan
Layanan peringatan merupakan inti dari sistem. Harus ada dasar ilmiah yang kuat untuk dapat memprediksi dan meramalkan munculnya bahaya, dan harus ada sistem peramalan dan peringatan yang andal yang beroperasi 24 jam sehari.
Pemantauan yang terus menerus terhadap parameter bahaya dan gejala-gejala awalnya sangat penting untuk membuat peringatan yang akurat secara tepat waktu. Layanan peringatan untuk bahaya yang berbeda-beda sedapat mungkin harus dikoordinasikan dengan memanfaatkan jaringan kelembagaan, prosedural, dan komunikasi yang ada.
-        Penyebarluasan dan komunikasi
Peringatan harus menjangkau semua orang yang terancam bahaya. Pesan yang jelas yang berisi empat unsur kunci dari Sistem Peringatan Dini yang Terpusat pada Masyarakat.
Informasi yang sederhana namun berguna sangatlah penting untuk melakukan tanggapan yang tepat, yang akan membantu menyelamatkan jiwa dan kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional, nasional, dan masyarakat  harus diidentifikasi dahulu, dan pemegang kewenangan yang sesuai harus terbentuk. Penggunaan berbagai saluran komunikasi sangat perlu untuk memastikan agar sebanyak mungkin orang yang diberi peringatan, guna menghindari terjadinya kegagalan di suatu saluran, dan sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.
-        Kemampuan penanggulangan
Sangat penting bahwa masyarakat harus memahami bahaya yang mengancam mereka; dan mereka harus mematuhi layanan peringatan dan mengetahui bagaimana mereka harus bereaksi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan memainkan peranan penting di sini. Juga penting bahwa rencana penanganan bencana dapat dilaksanakan secara tepat, serta sudah dilakukan dengan baik dan sudah teruji. Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan untuk perilaku yang aman, ketersediaan rute penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk menghindari kerusakan dan kehilangan harta benda.
c)      Peringatan Dini Berbasis Masyarakat
-      Sistem Peringatan Dini Nasional
Peringatan dini di masyarakat dapat dikembangkan dengan mengacu pada skema peringatan yang ada pada tingkat nasional dimana sumber peringatan resmi berasal dari lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
·           Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
·           Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geo_sika (BMKG), bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini cuaca, bencana gempa bumi dan tsunami;
·           Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, (PVMBG), Badan Geologi bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini bencana Letusan gunungapi dan gerakan tanah;
·           Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, bertanggungjawab untuk memberikan peringatan bencana banjir dan kekeringan;
·           Kementerian Kehutanan bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini bencana kebakaran hutan.
Skema peringatan dini bencana pada tingkat nasional dapat dilihat pada:
Gambar: Skema peringatan dini bencana dari Pemerintah ke masyarakat
Peringatan dini pada tingkat masyarakat harus memiliki beberapa prinsip sebagai berikut:
·         Tepat waktu
·         Akurat
·         Dapat dipertanggungjawabkan.
Suatu sistem peringatan dini akan dapat dilaksanakan jika memenuhi
ketiga syarat berikut:
·           Adanya informasi resmi yang dapat dipercaya;
·           Adanya alat dan tanda bahaya yang disepakati;
·           Ada cara/mekanisme untuk menyebarluaskan peringatan tersebut
-        Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
Peringatan dini masyarakat dikembangkan dengan mengacu pada skema peringatan yang ada pada nasional yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan resmi (o_cial warning). Hal ini diperlukan agar informasi peringatan dini dapat diimplementasikan di masyarakat. Pada beberapa wilayah di mana tidak dapat menerima peringatan dini bencana dari lembaga nasional, maka gejala alam akan terjadinya bencana menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan sebagai indikasi akan terjadinya bencana, sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bentuk peringatan dini yang akan dikeluarkan.
Gambar Dasar pengambilan keputusan peringatan dini pada masyarakat
Dari Gambar tersebut terlihat bagaimana tanda kejadian bencana dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk penyebaran peringatan dini bencana setelah melalui proses pemantuan dan deteksi bencana, dan dilakukan analisis singkat atas gejala-gejala yang ditimbulkan untuk menghasilkan rekomendasi keputusan peringatan yang akan dikeluarkan. Pengetahuan gejala alam akan potensi terjadinya bencana menjadi faktor utama bagi masyarakat untuk dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan. Pengetahuan gejala alam ini dapat dikembangkan dari pengetahuan-pengetahuan lokal yang sudah ada diketahui secara luas tentang bagaimana suatu benjana akan terjadi. Masyarakat sangat berperan dalam efekti_tas sistem peringatan dini ini. Peran ini tercermin dari kesadaran atau kepedulian masyarakat serta pema-haman terhadap sistem peringatan, ditambah dengan kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan terkait (tindakan antisipatif, prosedur evakuasi dan sebagainya). Harus diperhatikan juga bahwa terlalu banyak peringatan yang salah dapat mengakibatkan kejenuhan atas peringatan yang terus menerus, sehingga akhirnya sistem peringatan menjadi tidak efektif lagi.
3)Mitigasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity)  suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya

2.6    Aplikasi Kegiatan Pra Bencana
1.         Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu :
a.         Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
b.         Kebijakan dan panduan
c.         Rencana untuk keadaan darurat bencana
d.        Sistim peringatan bencana
e.         Kemampuan untuk memobilisasi sumber daya.
Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :
a.         Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir.
b.      Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.
c.       Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :
1)        Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat ysitu adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat.
2)        Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana, adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat.
3)        Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.
a)        Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga.
b)        Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga
c)        Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama
d)       Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi.
e)        Adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
4)         Pemenuhan kebutuhan dasar
5)         Peralatan dan perlengkapan
6)         Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
7)         Latihan dan simulasi/gladi
d.      Sistem Peringatan Bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.
Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.
e.       Mobilisasi Sumber Daya
1)   Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/ pelatihan kesiapsiagaan bencana.
2)   Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana.
3)   Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana.
4)   Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas siaga bencana secara reguler.


2.    Mitigasi dalam Menghadapi Banjir
Mitigasi untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007).
Untuk rumah tidak bertingkat apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai yaitu:
1)        Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat.
2)        Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi.
3)        Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke atas atap.
4)        Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
5)        Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.
6)        Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
7)        Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.
8)        Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
9)        Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.
10)    Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
11)    Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.
12)    Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
13)    Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.
14)    Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
15)    Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.
16)    Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
17)    Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.
18)    Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
19)    Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah
20)    Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.
Untuk rumah bertingkat, persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak.
Keluarga apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika konstruksinya mengkhawatirkan, dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah.
Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :
1)        Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada temapt yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.
2)        Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.
3)        Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.
4)        Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.
5)        Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada cedera.
6)        Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluarga.
7)        Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.
8)        Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.
9)        Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana.
Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti di bawah ini:
1)        Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.
2)        Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai.
3)        Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya
4)        Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau kotak tahan air
5)        Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.
6)        Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.
7)        Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah
8)        Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca.
9)        Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana yang ada.
Mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri . Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada bahaya itu sendiri atau unsur-unsur terkena ancaman tersebut. Contoh : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan irigasi air pada daerah yang kekeringan.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENANTIAN TERINDAHKU

Sedetik. . . Semenit. . . Sejam. . . Sehari. . . Sebulan. . . Setahun. . . Dan kini telah 3 tahun lamanya aku menantimu ...