BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Menurut UU No.24/2007
tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana
menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)yaitu suatu
gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan
kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
2.2
Klasifikasi
Klasifikasi bencana berdasarkan
sumber dan wakytu munculnya, yaitu:
1. Sumber:
a. Alam
(natural disaster)
b. Ulah
manusia (man-made disaster)
c. Kompleks
(multi-faktor)
2. Waktu munculnya:
a. Mendadak
(sudden-onset disaster)
b. Perlahan
(gradual-onset disaster)
2.3
Karakteristik Bencana
Jenis bencana yang
akan dibahas pada pedoman ini adalah bencana yang memiliki karakteristik
terjadinya masih dapat diprediksi dan masih memiliki waktu yang cukup untuk
memberikan peringatan kepada masyarakat. Khusus untuk bencana gempa bumi dan
tsunami, secara nasional Indonesia sudah memiliki Sistem Peringatan Dini
Tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami
Early Warning System – Ina TEWS) sehingga sistem tersebut sudah langsung
dapat digunakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
1.
Banjir
Ada dua pengertian mengenai banjir:
a. Aliran
sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung
sungai menyebabkan adanya genangan lahan rendah di sisi sungai. Aliran air
limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang
biasanya tidak melewati aliran air.
b.
Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai
yang berinteraksi dengan kenaikan muka air akibat badai. Berdasarkan sumber
airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:
1)
Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi
kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik sistem sungai alami maupun
sungai buatan;
2)
Banjir yang disebabkan meningkatnya muka iar sungai
akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai;
3)
Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air
buatan manusia seperti bendungan, tanggul, dan bangunan pengendali banjir;
4)
Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan
aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika
sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur,
air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.
Penyebab
terjadinya banjir antara lain sebagai berikut:
1)
Pada umunmya banjir disebabkan oleh curah hujan yang
tinggi di atas normal
2)
Berkurangnya daya tamping sistem saluran drainase dank
anal penampung banjir, akibat sedimentasi, sampah serta hambatan lain
3)
Pengundulan hutan di daerah tangkapan air
4)
Berkurangnya daerah resapan air.
Gejala
terjadinya banjir antara lain sebagai berikut:
1)
Curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama
2)
Tingginya pasang laut yang disertai dengan badai
mengindikasikan akan datangnya bencana banjir beberapa jam kemudian, terutama
untuk daerah yang dipengaruhi pasang surut.
2.
Longsor/Gerakan
Tanah
Longsoran
merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, atau percampuran
kedunya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah
atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor
dapat disebabkan oleh:
a)
Penggundulan hutan; yang biasanya akan mengakibatkan
berkurangnya daya ikat tanah
b)
Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan,
penggalian, getaran alat/kendaraan
c)
Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah
d)
Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang
mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga.
Gejala terjadinya tanah longsor antara
lain:
a.
Munculnya retakan memanjang atau lengkung pada tanah
atau pada konstruksi bangunan, yang biasanya terjadi setelah hujan;
b.
Terjadinya penggembungan pada lereng atau tembok
bangunan;
c.
Tiba-tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng;
d.
Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air/mata
air, air tersebut tiba-tiba menjadi keruh bercampur lumpur;
e.
Pohon-pohon atau tiang-tiang miring searah kemiringan
lereng;
f.
Terdengar suara gemuruh atau suara ledakan dari atas
lereng;
g.
Terjadi runtuhan atau aliran butiran tanah/kerikil
secara mendadak dari atas lereng.
3.
Gempabumi
Gempabumi adalah
berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
aktivasi gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi merupakan peristiwa
pelepasan energi yang menyebabkan pergeseran pada bagian dalam bumi secara
tiba-tiba. Pergerakan relatif lempeng tektonik benua mengakibatkan terjadinya
penumpukan (akumulasi) tekanan pada daerah-daerah pertemuannya. Saat
elastisitas batuan tidak lagi mampu menahan tekanan ini batuan akan melenting
menuju kondisi setimbang mendekati kondisi awal sebelum terkena tekanan.
Lentingan ini menimbulkan energi getaran yang kuat yang dirambatkan ke segala
arah dalam lempeng bumi yang disebut gempabumi.
Penyebab gempa bumi antara lain:
a.
Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
b.
Aktivitas sesar di permukaan bumi
c.
Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya
terjadinya runtuhan tanah
d.
Aktivitas gunungapi
e.
Ledakan nuklir
Gempabumi umumnya terjadi secara
mendadak, dan belum ada metode untuk pendugaan secara akurat.
4.
Tsunami
Tsunami berasal
dari bahasa Jepang: Tsu" berarti pelabuhan serta Nami" berarti
gelombang, sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di
pelabuhan. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena gangguan impulsif
pada laut.
Penyebab tsunami
antara lain sebagai berikut:
a.
Gempabumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan
masa tanah/batuan yang sangat besar di bawah air (laut/danau)
b.
Tanah longsor di bawah air/laut
c.
Letusan gunung api di bawan laut dan gunungapi pulau
d.
Letusan meteor yang jatuh ke laut
Di Indonesia,
gempa bumi merupakan penyebab utama terjadinya
tsunami. Untuk memicu tsunami, gempabumi harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a.
Gempabumi terjadi di bawah laut
b.
Kedalaman gempabumi (episentrum) bawah laut kurang dari
100 km
c.
Gempabumi bawah laut memiliki kekuatan 7 Skala Richter
(SR) atau lebih
d.
Pergerakan lempeng tektonik terjadi secara vertikal,
sehingga mengakibatkan dasar laut naik dan mengangkat air di atasnya
5.
Letusan
Gunungapi
Gunungapi adalah bentuk
timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan
rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan (magma/gas) yang berasal
dari dalam bumi. Penyebab letusan gunungapi antara lain:
a.
Pancaran magma dari dalam bumi yang berasosiasi dengan
arus konveksi panas
b.
Proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan
lempeng/kulit bumi
c.
Akumulasi tekanan dan temperature dari uida magma
menimbulkan pelepasan energi.
Gejala letusan
gunung api adalah sebagai berikut:
a.
Aktif-Normal (level 1) : kegiatan gunungapi baik secara visual, maupun dengan
instrumentasi tidak ada gejala perubahan kegiatan
b.
Waspada (level 2) : berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumentasi mulai
terdeteksi gejala perubahan kegiatan, misalnya jumlah gempa vulkanik, suhu
kawah (sulfatara/fumarola) meningkat dari nilai normal;
c.
Siaga (level 3) : kenaikan kegiatan semakin nyata. Hasil pantauan visual dan seismic
berlanjut didukung dengan data dari instrumentasi lainnya;
d.
Awas (level 4) : Semua data menunjukkan bahwa letusan utama segera menjelang.
Letusan-letusan asap/abu sudah mulai terjadi.
6.
Kekeringan
Kekeringan
adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air baik
untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
Gejala
terjadinya kekeringan antara lain:
a.
Menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam
satu musim.
b.
Terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah.
7.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan
dan lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap fisik atau
hayati yang menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan dalam menunjang
kehidupan yang berkelanjutan sebagai akibat dari penggunaan api yang tidak
terkendali maupun factor alam yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran
hutan atau lahan.
Penyebab kebakaran hutan dan lahan
adalah sebagai berikut:
a.
Aktivitas manusia yang menggunakan api di kawasan hutan
dan lahan, sehingga menyebabkan bencana kebakaran;
b.
Faktor alam yang memicu terjadinya kebakaran hutan dan
lahan;
c.
Jenis tanaman yang sejenis dan memiliki titik bakar
yang rendah serta hutan terdegradasi menyebabkan semakin rentan terhadap bahaya
kebakaran;
d.
Api yang cukup besar sehingga memicu percepatan
menjalarnya api;
e.
Topografi yang terjal sehingga mempercepat api dari
bawah ke atas.
Gejala kebakaran
hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
a.
Adanya aktivitas manusia menggunakan api di kawasan
hutan dan lahan;
b.
Ditandai dengan adanya tumbuhan yang merangas;
c.
Kelembaban udara rendah;
d.
Kekeringan akibat musim kemarau panjang;
e.
Peralihan musim menuju kemarau;
f.
Meningkatnya migrasi satwa keluar habitat.
2.4
Tanda-Tanda Terjadinya Bencana
1.
Tanda-tanda bencana banjir, antara lain:
Bencana banjir juga memiliki beberapa
tanda yang bisa kita lihat dan dapat kita jadikan sebagai tanda terjadinya
bencana. Secara umum tanda-tanda tersebut antara lain sebagai berikut:
a)
Terjadinya hujan dengan intensitas curah hujan yang
tinggi tanpa disertai dengan proses infiltrasi/penyerapan yang baik.
b)
Air melebihi batas sempadan sungai, sehingga meluap dan
menggenangi daerah sekitarnya.
c)
Air yang jatuh ke permukaan tidak dapat mengalir dengan
baik karena saluran drainase yang ada tidak berfungsi dengan baik, sehingga air
tersumbat dan tidak dapat mengalir dengan baik.
d)
Tergenangnya air akibat tidak mampunya air yang ada
melakukan infiltrasi karena kurangnya fungsi vegetasi sebagai penyerap atau
penyimpan cadangan air.
2.
Tanda-tanda bencana kekeringan, antara lain:
Bencana kekeringan juga dapat
diketahui gejala-gejalanya. Biasanya Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
dapat memprediksi bencana kekeringan. Musim kemarau yang berlangsung panjang
atau gejala El Nino dapat diprediksi
oleh lembaga tersebut, sehingga bencana kekeringan juga dapat diperkirakan.
Adapun gejala atau tanda-tanda akan terjadi kekeringan pada suatu wilayah
diantaranya adalah sebagai berikut:
a)
Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah
hujan di bawah normal dalam satu musim.
b)
Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya
kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur
berdasarkan ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan ketinggian muka air
tanah.
c)
Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan
kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tanaman tertentu. Akibatnya, tanaman menjadi
rusak/mengering.
3.
Tanda-tanda longsor
Bencana longsor biasanya terjadi pada
saat musim hujan, terutama awal musim hujan. Tanah yang berada pada lereng yang
sebelumnya kering pada saat musim kemarau kemudian terisi air hujan. Kondisi
ini akan meningkatkan gaya berat atau gravitasi tanah, sehingga tanah akan
meluncur atau longsor. Sebelum terjadinya longsor, kita dapat mengenali
tanda-tandanya, yaitu:
a)
Runtuh atau jatuhnya lapisan tanah pada tepian tebing
dan tumbangnya pohon-pohon yang ada di atasnya.
b)
Pada saat terjadi hujan, air yang mengalir akan
terlihat berwarna keruh karena membawa material tanah (lumpur).
c)
Biasanya terdengar suara gemuruh karena adanya gempa
runtuhan di daerah longsor.
d)
Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan
arah tebing.
e)
Biasanya terjadi setelah hujan.
f)
Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
g)
Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
4. Tanda-tanda
letusan gunung api
Masyarakat yang
tinggal atau berada di lingkungan gunung api, biasanya sedikit banyak telah
mengetahui gejala-gejala yang terjadi saat akan adanya letusan dari gunung api
tersebut. Letusan gunung api terjadi karena adanya gejala vulkanisme yaitu
peristiwa yang berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi.
Peristiwa tersebut ditandai dengan gejala berikut:
a.
Gempa vulkanik
Gempa vulkanik terjadi karena adanya
aktivitas magma yang bergerak mendekati permukaan bumi. Karena itulah, biasanya
gempa menjadi tanda aktifnya gunung api dan menandai akan terjadinya letusan
gunung api. Aktivitas gempa tersebut dipantau oleh petugas di posko pengamatan
gunung api.
b.
Munculnya gas vulkanik
Magma mengandung gas yang keluar dari
magma pada saat masih di bawah permukaan bumi maupun pada saat bergerak menuju permukaan bumi. Walaupun
tidak selalu merupakan tanda gunung api akan segera meletus, tetapi munculnya
gas vulkanik menandakan adanya magma di bawah permukaan. Gas keluar menuju atmosfer
melalui tanah, lubang vulkanik, fumarol dan sistem hidrotermal. Gas yang umunya
dikeluarkan oleh magma dalam bentuk uap, yang diikuti oleh CO2, SO2,
HCL dan campuran lainnya.
c. Adanya
perubahan bentuk (deformasi) gunung api
Aktivitas
magma yang bergerak menuju permukaan akan mendorong permukaan gunung api lebih
tinggi dari biasanya. Kadang perubahan tersebut berupa tonjolan atau bentuk
cembung pada bagian lereng tertentu. Perubahan bentuk atau tinggi permukaan
tersebut diamati dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System).
d. Naiknya
suhu sekitar kawah
Naiknya suhu
sekitar kawah terjadi karena magma yang sudah mendekati permukaan. Kontak
antara magma dengan batuan dekat permukaan menyebabkan air atau udara yang ada
di atas permukaan bertambah suhunya. Karena itu, peristiwa letusan ditandai oleh
naiknya suhu air dan udara di sekitar kawah. Biasanya petugas akan terus
memantau suhu air di sekitar kawah untuk menentukan kemungkinan letusan gunung
api.
Selain tanda-tanda
tersebut, terdapat pula tanda-tanda lainnya, yaitu:
1) Sumber
air banyak yang mongering.
2) Binatang
yang ada di puncak gunung banyak yang berpindah dan berlarian mencari tempat
yang dingin.
3) Sering
terdengar suara gemuruh dari dalam gunung akibat aktivitas magma.
Bila
ada tanda-tanda gunung api akan meletus, ada beberapa antisipasi atau upaya
untuk mengurangi bahaya dari bencana tersebut, antara lain:
1)
Membuat terowongan-terowongan air pada kepundan (kawah)
yang berdanau, misalnya terowongan di Gunung Kelud.
2) Menyebarkan
informasi dan memberi peringatan dini dari hasil pemantauan pos-pos pengamatan
gunung api.
3) Mengungsikan
penduduk yang bertempat tinggal di lereng-lereng gunung api yang akan meletus.
5. Tanda-tanda
tsunami
Tsunami terjadu terutama karena gempa
bumi bawah laut, longsor bawah laut, atau letusan gunung api bawah laut.
Walaupun jarang, tsunami bisa juga terjadi karena jatuhnya meteor berukuran
besar ke laut. Tsunami juga kadang terjadi karena peristiwa badai yang sangat
besar.
Pada saat ini, dengan kemajuan
ilmunya pengetahuan dan teknologi, manusia mengembangkan alat untuk mendeteksi
terjadinya tsunami. Alat tersebut berupa sistem peringatan dini (early warning system) yang dipasang di
lepas pantai. Informasi yang diperoleh dari alat ini disampaikan melalui
satelit ke pusat data yang kemudian menyebarkan ke masyarakat luas.
Selain dengan menggunakan alat
tersebut, terdapat pula tanda-tanda yang bisa dijadikan acuan akan adanya
tsunami. Tanda-tanda tersebut adalah:
a.
Gempa bumi
Gempa bumi merupakan tanda peringatan
tsunami yang langsung dapat dikenali dan dirasakan oleh penduduk di dekat
pantai. Walaupun tidak selalu gempa bumi menimbulkan tsunami, tetapi terjadinya
gempa merupakan tanda awal bagi penduduk untuk siap siaga menghadapi
kemungkinan terjadinya tsunami.
Gempa bumi yang menimbulkan tsunami
terjadi karena pergeseran atau sesar, sehingga bagian lapisan bumi yang satu
bergerak atau pindah dari bagian lainnya. Pergeseran tersebut menimbulkan
gelombang yang makin besar semakin ke arah daratan.
b.
Surutnya air laut
Surutnya air laut secara tiba-tiba
juga dapat dijadikan tanda akan terjadinya tsunami. Para saksi mata pada saat
tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu menyatakan bahwa air laut surut secara
tiba-tiba sebelum terjadi tsunami. Peristiwa tersebut menarik para pengunjung
pantai dan sebagian bergerak ke arah lautan karena sebagian besar pantai
terlihat dengan jelas. Padahal sekitar 10 sampai 30 menit kemudian menjadi
gelombang yang besar dan ganas.
Selain tanda-tanda yang umum
tersebut, beberapa saksi mata melihat tanda-tanda tsunami lainnya. Beberapa
tanda tersebut adalah:
a.
Hewan-hewan terutama burung laut yang ada di sekitarnya
panic dan ikan-ikan yang ada di laut tampak melakukan ‘migrasi’ secara
besar-besaran.
b.
Terbentuknya awan vertikal di atas permukaan laut.
c.
Gelombang air laut yang ada terlihat lebih besar dan
lebih tinggi dari biasanya.
2.5
Tahap Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi
dua keadaan yaitu :
a.
Situasi tidak terjadi bencana
Situasi tidak ada potensi bencana
yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada
periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1)
perencanaan penanggulangan bencana;
2)
pengurangan risiko bencana;
3)
pencegahan;
4)
pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5)
persyaratan analisis risiko bencana;
6)
pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7)
pendidikan dan pelatihan; dan
8)
persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b.
Kegiatan pra
bencana pada daerah potensi bencana
Pada situasi ini perlu adanya
kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana.
1)
Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses
manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat
ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari
kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya
bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan
Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan
pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu
menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam
tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana,
pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya
korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.
Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu
kondisi suatu masyarakat yang baik secara individu maupun kelompok yang
memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana
secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana
dan apabila masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari
resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir.
Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan
untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif
ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan
paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan
bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan
bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk
mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup
pra bencana lebih diutamakan.
a)
Mencakup
penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan
pelatihan personil.
b)
Mungkin juga
merangkul langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi
untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
c)
Langkah-langkah
kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan
untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana
terjadi.
Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum
adalah:
a)
kemampuan menilai resiko
b)
perencanaan siaga
c)
mobilisasi sumberdaya
d) pendidikan dan pelatihan
e)
koordinasi
f)
mekanisme respon
g)
manajemen informasi
h)
gladi/ simulasi.
2)
Peringatan dini
a)
Prinsip Dasar Peringatan Dini
Sistem peringatan dini menjadi bagian
penting dari mekanisme kesiapsiagaan masyarakat, karena peringatan dapat
menjadi faktor kunci penting yang menghubungkan antara tahap kesiapsiagaan dan
tanggap darurat. Secara teoritis bila peringatan dini disampaikan tepat waktu,
maka suatu peristiwa yang dapat menimbulkan bencana dahsyat dapat diperkecil
dampak negatifnya.
Seberapa besar peringatan dapat
mengurangi dampak suatu peristiwa bencana akan sangat bergantung pada banyak
faktor, misalnya:
1)
Ketepatan peringatan
2)
Jarak waktu yang tersedia antara keluarnya peringatan
sampai datangnya peristiwa yang dapat menimbulkan bencana
3)
Seberapa siap perencanaan pra bencana dan kesiapsiagaan
masyarakat, termasuk kemampuan masyarakat untuk menanggapi peringatan tersebut
dan melakukan tindakan antisipasi secara tepat.
Seiring meningkatnya intensitas dan
frekuensi berbagai ancaman bencana yang terjadi di Indonesia, kesiapsiagaan
perlu didorong agar dalam meng- hadapi situasi darurat masyarakat dapat
berperan maksimal sesuai dengan kapasitas dan tanggungjawabnya. Hal ini
mengingat masyarakat tidak selalu menerima peringatan dini yang dikeluarkan
oleh lembaga terkait. Kebijakan pencegahan terlalu penting jika hanya
diserahkan kepada pemerintah atau lembaga internasional saja (Ko_ Annan, 1999).
Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan sarana yang ada disekitarnya sebagai
sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya masyarakat sebagai
sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya masyarakat telah
memiliki pengetahuan dan kearifan lokal tentang gejala alam sebagai tanda-tanda
akan terjadinya suatu bencana. Pengetahuan akan gejala alam tersebut sangat
diperlukan, karena merupakan salah satu bentuk peringatan dini bagi masyarakat
untuk dapat melakukan tindakan penyelamatan diri. Dalam pengantar /Pedoman WMO pada Praktek Pelayanan Cuaca
Publik" dinyatakan bahwa peringatan dini hanya apabila diterima, dipahami,
dipercaya, dan ditindaklanjuti.
b)
Unsur Peringatan Dini
Tujuan
dari pengembangan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat adalah untuk
memberdayakan individu dan masyarakat yang terancam bahaya untuk bertindak
dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya harta benda dan lingkungan.
Sistem
peringatan dini yang lengkap dan efektif terdiri atas empat unsur yang saling
terkait, mulai dari pengetahuan tentang bahaya dan kerentanan, hingga kesiapan
dan kemampuan untuk menanggulangi. Pengalaman baik dari sistem peringatan dini
juga memiliki hubungan antar-ikatan yang kuat dan saluran komunikasi yang
efektif di antara semua elemen tersebut. Keempat elemen tersebut adalah:
-
Pengetahuan tentang risiko
Risiko akan muncul dari kombinasi
adanya bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu. Kajian terhadap risiko bencana
memerlukan pengumpulan dan analisis data yang sitematis serta harus
mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari
berbagai proses seperti urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan, penurunan
kualitas lingkungan, dan perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana akan
membantu memotivasi orang, sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan
sistem peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan menanggulangi
bencana.
-
Pemantauan dan layanan peringatan
Layanan peringatan merupakan inti
dari sistem. Harus ada dasar ilmiah yang kuat untuk dapat memprediksi dan
meramalkan munculnya bahaya, dan harus ada sistem peramalan dan peringatan yang
andal yang beroperasi 24 jam sehari.
Pemantauan yang terus menerus
terhadap parameter bahaya dan gejala-gejala awalnya sangat penting untuk
membuat peringatan yang akurat secara tepat waktu. Layanan peringatan untuk
bahaya yang berbeda-beda sedapat mungkin harus dikoordinasikan dengan
memanfaatkan jaringan kelembagaan, prosedural, dan komunikasi yang ada.
-
Penyebarluasan dan komunikasi
Peringatan harus menjangkau semua
orang yang terancam bahaya. Pesan yang jelas yang berisi empat unsur kunci dari
Sistem Peringatan Dini yang Terpusat pada Masyarakat.
Informasi yang sederhana namun
berguna sangatlah penting untuk melakukan tanggapan yang tepat, yang akan
membantu menyelamatkan jiwa dan kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional,
nasional, dan masyarakat harus
diidentifikasi dahulu, dan pemegang kewenangan yang sesuai harus terbentuk.
Penggunaan berbagai saluran komunikasi sangat perlu untuk memastikan agar
sebanyak mungkin orang yang diberi peringatan, guna menghindari terjadinya
kegagalan di suatu saluran, dan sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.
-
Kemampuan penanggulangan
Sangat penting bahwa masyarakat harus
memahami bahaya yang mengancam mereka; dan mereka harus mematuhi layanan
peringatan dan mengetahui bagaimana mereka harus bereaksi. Program pendidikan
dan kesiapsiagaan memainkan peranan penting di sini. Juga penting bahwa rencana
penanganan bencana dapat dilaksanakan secara tepat, serta sudah dilakukan
dengan baik dan sudah teruji. Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya
tentang pilihan-pilihan untuk perilaku yang aman, ketersediaan rute
penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk menghindari kerusakan dan kehilangan
harta benda.
c)
Peringatan Dini Berbasis Masyarakat
-
Sistem Peringatan Dini Nasional
Peringatan dini di masyarakat dapat dikembangkan dengan mengacu pada
skema peringatan yang ada pada tingkat nasional dimana sumber peringatan resmi
berasal dari lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
·
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
·
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geo_sika
(BMKG), bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini cuaca, bencana gempa
bumi dan tsunami;
·
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
(PVMBG), Badan Geologi bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini
bencana Letusan gunungapi dan gerakan tanah;
·
Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Air, bertanggungjawab untuk memberikan peringatan
bencana banjir dan kekeringan;
·
Kementerian Kehutanan bertanggungjawab untuk
memberikan peringatan dini bencana kebakaran hutan.
Skema peringatan dini bencana pada
tingkat nasional dapat dilihat pada:
Gambar:
Skema peringatan dini bencana dari Pemerintah ke masyarakat
Peringatan dini pada tingkat masyarakat
harus memiliki beberapa prinsip
sebagai berikut:
·
Tepat waktu
·
Akurat
·
Dapat dipertanggungjawabkan.
Suatu sistem peringatan dini akan dapat dilaksanakan
jika memenuhi
ketiga syarat berikut:
·
Adanya informasi resmi yang dapat dipercaya;
·
Adanya alat dan tanda bahaya yang disepakati;
·
Ada cara/mekanisme untuk menyebarluaskan
peringatan tersebut
-
Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
Peringatan dini masyarakat dikembangkan dengan mengacu pada skema
peringatan yang ada pada nasional yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan
peringatan resmi (o_cial warning). Hal ini diperlukan agar informasi peringatan
dini dapat diimplementasikan di masyarakat. Pada beberapa wilayah di mana tidak
dapat menerima peringatan dini bencana dari lembaga nasional, maka gejala alam akan
terjadinya bencana menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan sebagai
indikasi akan terjadinya bencana, sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan bentuk peringatan dini yang akan dikeluarkan.
Gambar Dasar pengambilan keputusan peringatan dini
pada masyarakat
Dari Gambar tersebut terlihat
bagaimana tanda kejadian bencana dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk penyebaran peringatan dini bencana setelah melalui proses pemantuan dan
deteksi bencana, dan dilakukan analisis singkat atas gejala-gejala yang
ditimbulkan untuk menghasilkan rekomendasi keputusan peringatan yang akan
dikeluarkan. Pengetahuan gejala alam akan potensi terjadinya bencana menjadi
faktor utama bagi masyarakat untuk dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan.
Pengetahuan gejala alam ini dapat dikembangkan dari pengetahuan-pengetahuan
lokal yang sudah ada diketahui secara luas tentang bagaimana suatu benjana akan
terjadi. Masyarakat sangat berperan dalam efekti_tas sistem peringatan dini
ini. Peran ini tercermin dari kesadaran atau kepedulian masyarakat serta
pema-haman terhadap sistem peringatan, ditambah dengan kemampuan masyarakat
untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan terkait (tindakan antisipatif, prosedur
evakuasi dan sebagainya). Harus diperhatikan juga bahwa terlalu banyak
peringatan yang salah dapat mengakibatkan kejenuhan atas peringatan yang terus
menerus, sehingga akhirnya sistem peringatan menjadi tidak efektif lagi.
3)Mitigasi
Mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan
sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan
untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta.
Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan
ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam
menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan
kapasitas (capacity) suatu
wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya
2.6 Aplikasi Kegiatan Pra Bencana
1.
Kesiapsiagaan
Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan
rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu :
a.
Pengetahuan dan sikap terhadap
resiko bencana
b.
Kebijakan dan panduan
c.
Rencana untuk keadaan darurat
bencana
d.
Sistim peringatan bencana
e.
Kemampuan untuk memobilisasi
sumber daya.
Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :
a.
Pengetahuan dan sikap terhadap
resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk
kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga
tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi),
kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki
biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga
dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di
daerah rawan bencana seperti banjir.
b. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat
evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau
berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.
c. Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :
1)
Rencana keluarga untuk merespon
keadaan darurat ysitu adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan
apa) bila terjadi kondisi darurat.
2)
Rencana evakuasi meliputi
tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat berkumpulkan keluarga
saat bencana, adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian
sementara dalam keadaan darurat.
3)
Pertolongan pertama, penyelamatan,
keselamatan dan keamanan.
a)
Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan
penting untuk pertolongan pertama keluarga.
b)
Adanya rencana untuk penyelamatan
dan keselamatan keluarga
c)
Adanya anggota keluarga yang
mengikuti pelatihan pertolongan pertama
d) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan
evakuasi.
e)
Adanya akses untuk merespon
keadaan darurat.
4)
Pemenuhan kebutuhan dasar
5)
Peralatan dan perlengkapan
6)
Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki
akses dengan bencana
7)
Latihan dan simulasi/gladi
d. Sistem Peringatan Bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk
peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses
untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian
informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga
memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat
mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan
diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.
Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang
tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan
peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang
harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan
menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala
keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.
e. Mobilisasi Sumber Daya
1) Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/
pelatihan kesiapsiagaan bencana.
2) Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan terhadap bencana.
3) Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana.
4) Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas
siaga bencana secara reguler.
2.
Mitigasi
dalam Menghadapi Banjir
Mitigasi untuk menghadapi banjir secara
terpadu untuk setiap warga perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir
pada kategori sedang, tidak dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air
telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah untuk menghadapinya
(Mistra, 2007).
Untuk rumah tidak bertingkat apabila
lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu
dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai yaitu:
1)
Merombak ruang rangka atap dan
jadikan sebagai tempat tinggal darurat.
2)
Buat bukaan pada atap genteng yang
dapat berfungsi sebagai jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila
terlihat permukaan air terus meninggi.
3)
Buat lubang tangga darurat pada
plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke atas atap.
4)
Buat alat pemantau ketinggian air
(patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke
ruang bawah atap.
5)
Buat instalasi listrik darurat,
terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.
6)
Tempatkan generator secara khusus
dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran
bahan bakar.
7)
Buat rakit darurat lengkap dengan
dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk
mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini
juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.
8)
Siapkan pelampung darurat untuk
proses penyelamatan diri.
9)
Malam ini dapat di gunakan lampu
minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan
dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.
10) Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air
untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan
lain-lain.
11) Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang
lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah.
Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak
terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.
12) Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini
ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
13) Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas
ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.
14) Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk
pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
15) Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari
bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika
ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa
barang-barang elektronik yang ringan.
16) Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
17) Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah).
Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan
digunakan untuk kondisi darurat saja.
18) Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air
untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan
lain-lain.
19) Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang
lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah.
Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak
terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah
20) Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim
evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.
Untuk rumah bertingkat, persiapan yang
dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat. Perombakan ruang di
bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak menyentuh lantai
dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk
keperluan mencuci dan memasak.
Keluarga apabila akan tetap bertahan di
dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan
tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi
jika konstruksinya mengkhawatirkan, dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah.
Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan
kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :
1)
Menyiapkan tas siaga berisi
bebagai keperluan dan dokumen penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB,
buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada temapt
yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus
meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan
cepat.
2)
Naikkan alat-alat listrik, barang
berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang
tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang tinggal di
kawasan banjir.
3)
Mempelajari peta daerah rawan dari
bencana.
4)
Mempelajari lokasi aman dan jalur
aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.
5)
Mempelajari P3K untuk menolong
diri sendiri atau korban seandainya ada cedera.
6)
Menempatkan kunci rumah di tempat
yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota
keluarga.
7)
Menulis nomor-nomor telepon
penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan
menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.
8)
Menempatkan handphone dan alat
tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.
9)
Pemasangan tanda bahaya, yakni
jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana.
Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat
dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti di bawah
ini:
1)
Pastikan memiliki persiapan
pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.
2)
Pastikan memiliki bekal makanan
dan persiapan obat-obatan yang memadai.
3)
Miliki nomor konteks ketua RT/RW
dan instansi penting lainnya
4)
Simpanlah dokumen-dokumen dan
surat-surat penting dalam plastik atau kotak tahan air
5)
Titipkan photo copy
dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat atau orang terpecaya
yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.
6)
Segera naikkan alat-alat atau
kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau
oleh air banjir.
7)
Tutup kran saluran air utama yang
mengalir ke dalam rumah
8)
Selalu mendengar informasi tentang
perkembangan cuaca.
9)
Ikuti perintah evakuasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana yang ada.
Mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi
skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan terhadap
bahaya itu sendiri . Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada
bahaya itu sendiri atau unsur-unsur terkena ancaman tersebut. Contoh :
pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan irigasi air pada daerah yang
kekeringan.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini
dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi
BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar