Kamis, 15 Mei 2014

KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM SITUASI BENCANA DAN RUANG LINGKUP BENCANA

A.  Pengertian Bencana
Banyak pengertian atau definisi tentang “bencana” yang pada umumnya merefleksikan katarestik tentang gangguan terhadap pola hidup manusia,dampak bencana bagi manusia,dampak terhadap struktur sosial,kerusakan  pada aspek system pemerintahan bangunan dan lain-lain serta kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh bencana.
W. Nick Carter  dalam bukunya yang berjudul “Disaster Mangement”memberikan defisiensi bencana berdasarkan  Coocise oxford Dictionary sebagai “Sudden or great misfortune,calamity” sedangkan berdasarkan Webster’s Dictionary,bencana dimaknai dengan “a sudden calamitous event producing great material damager,lan and distress”.
Definisi yang lain dari bencana yang dimuat dalam buku Disaster Mangement tersebut adalah :
An event ,natural man-made,sudden or progressive ,which impacts with severity that the affected community has to respond by taking exceptional meansures ‘(halaman xxiii)
Defisiensi lain menuurut international Strategy For Reduction (UN-ISDR-2004,24) adalah :
“A serious disruption of the functioning of a community or a society causing widespread human ,maternal,economic or environmental lasses which exceed the ability of the affected community/society to cope using its own resources”.
Atau  :
‘.... Suatu kejadian yang disebabkan  oleh alam atau karena ulah manusia,terjadi secara tiba-tiba atau perlahan –lahan.sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia,harta benda dan kerusakan lingkungan.kejadian ini terjadi diluar kemampuan masyarakat dengan segala memberdayannya”.
Sedangkan defisiensi menurut undang –undang  Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 angka 1
“......Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor alam dan /atau non- alam naupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia.kerusakan lingkungan ,kerugian harta benda,dan dampak psikologis”.
Peristiwa atau rangkain peristiwa sebagaimana didefinisikan oleh Undang-undang tersebut dapat dijelaskan bahwa peristiwa bisa bersifat tunggal (peristiwa/fenomena alam ) dalam waktu hampir bersamaan .Contoh peristiwa adalah gempa tektonik. Apabila gempa tektonik tersebut diikuti  tsunami,hal ini disebut rangkaian peristiwa.Atau banjir misalnya ketika banjir sudah surut/selesai  dan kita mulai membersihkan kotoran /sampah di dalam rumah atau dihalaman rumah yang terkena banjir,tiba-tiba banjir datang lagi .ini juga dapat disebut rangkaian peristiwa.
Berdasarkan defisiensi bencana  dari UN-ISDR  sebagaimana disebutkan diatas,dapat digeneralisasi bahwa untuk dapat disebut “bencana”harus dipenuhi beberapa kriteria /kondisi sebagai berikut
1.    Ada peristiwa.
2.    Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia.
3.    Terjadi secara tiba-tiba (Sudden) akan tetapi dapat terjadi secara perlahan-lahan /bertahap (slow).
4.    Menimbulkan hilangnya jiwa manusia,harta benda ,kerugian sosial-ekonomi,kerusakan lingkungan dan lain-lain.
5.    Berada diluar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya.
Untuk membedakan antara “bencana” dan “bukan bencana” dapat diberikan contoh “letusan gunung api” yang terjadi di tengah laut. Apakah letusan gunung api tersebut dapat disebut bencana?
Marilah kita urai apakah memenuhi unsur-unsur atau kriteria sebagaimana dikemukakan di atas. Pertama, letusan gunung api tersebut merupakan “peristiwa”. Kedua, terjadinya letusan gunung api adalah karena faktor alam (fenomena alam). Ketiga, letusan gunung api terjadi secara perlahan-lahan (ada proses peristiwa). Keempat, letusan gunung apai terjadi di tengah laut (yang jauh dari permukiman penduduk). Hal tersebut diyakini tidak menimbulkan korban jiwa manusia atau kerusakan/kerugian harta benda. Kelima, tidak ada unsure “di luar kemampuan manusia untuk menanggapinya” karena kejadian di tengah laut sedangkan penduduk berada jauh dari lokasi kejadian.
Setelah diurai, ternyata letusan gunung api tersebut tidak memenuhi unsur dampak korban jiwa manusia maupun keruskan/kerugian. Juga tidak diperlukan kemampuan masyarakat untuk menanggapinya”. Dengan demikian letusan gunung api di tengah laut yang dimaksud adalah bukan bencana melainkan hanya fenomena alam biasa.

B.  Kebijakan Pelayanan Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapa perubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yang perlu diperhatikan adalah:
·       Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjadi tanggung jawab legal.
·       Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau pengurangan kerentanan.
·       Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan proses pembangunan.
Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia, Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan.
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
·       Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
·       Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara berbagai fungsi yang terkait.
·       Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.
·       Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan bencana.
Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga dan mekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Melalui UU No. 24 tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah memulai proses penyusunan kebijakan menajemen bencana. Beberapa PP yang terkait telah dikeluarkan (PP No. 21, 22, 23 tahun 2008), sementara beberapa PP lain sedang dipersiapkan.
Pengorganisasian Tim Siaga Kesehatan Reproduksi dalam Penanggulangan Bencana
a.    Pengorganisasian badan penanggulangan bencana di Indonesia
Pembentukan struktur organisasi Badan Penanggulangan Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 dibagi dalam 3 tingkatan kewenangan sesuai dengan susunan kepemerintahan, yaitu;
-     Pada Tingkat Nasional dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
-     Pada Tingkat Propinsi dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tingkat propinsi.
-     Pada Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tingkat kabupaten/kota. Penanggulangan bencana di bidang kesehatan adalah menjadi tanggung jawab dari Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Departemen Kesehatan dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana di tingkat pusat.
b.    Pengorganisasian Tim Siaga Kesehatan Reproduksi di bawah Koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes pada Badan Penanggulangan Bencana
Berikut ini adalah struktur organisasi penanggulangan bencana berdasarkan UU no. 24 tahun 2007. Keberadaan tim siaga kesehatan reproduksi di tingkat pusat direkomendasikan berada dibawah struktur dan koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis Depkes di bawah struktur dari Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana.
Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana, meliputi :
-     Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana diberbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.
-     Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana dan daerah penyangganya.
-     Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat Darurat dan manajemen Bencana secara berjenjang.
-     Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana.
-     Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis (gawat darurat dan bencana) baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan semangat desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan kemitraan.
-     Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan krisis.
-     Membangun jejaring sistem informasi yang terintegrasi dan online agar diperoleh data yang valid dan real time serta mampu memberikan pelbagai informasi tentang situasi terkini pada saat terjadi bencana.
-     Setiap korban akibat krisis diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani secara profesional.
-     Memberdayakan kemampuan masyarakat (Community Empowerement) khususnya para stakeholder yang peduli dengan masalah krisis di bidang kesehatan dengan melakukan sosialisasi terhadap pengorganisasian, prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi.
-     Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi tanggap darurat.

C.  Ruang Lingkup Bencana
Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka penanggulangan bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan aspek kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit  dan penyehatan lingkungan merupakan salah satu bagian dari aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya tentu harus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan sektor program terkait. Menurut Fery Efendi (2009) Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkunga, terutama pada saat tanggap darurat dan pasca-bencana.
·      Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan jamban; kualitas tempat pengungsian; serta pengaturan limbah sesuai standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan risiko penularan penyakit.
·      Pengendalian vektor
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain disekitar pengungsi. Ini termasuk adanya timbunan sampah dan genangan air yang memungkinkan terjadinya perindukan vektor. Maka kegiatan pengendalian vektor terbatas sangat diperlukan, baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding, maupun manipulasi lingkungan.
·      Pengendalian penyakit
Bila dari laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor risikonya. Penyakit yang memerlukan perhatian ada diare dan ISPA.
·      Imunisasi terbatas
Pengungsi pada umumnya retan terhadap penyakit, terutama orang tua, ibu hamil, bayi dan balita. Bagi bayi dan balita di imunisasi campak. Jenis imunisasi lain mungkin diperlukan sesuai dengan kebutuhan setempat seperti dilakukan untuk mencegah kolera bagi sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan Jateng pada tahun 2006
·      Surveilans epidemologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemiologi penyakit potensi KLB dan faktor risiko. Atas informasi inilah maka dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan pemberian imunisasi. Informasi epidemiologis yang harus diperoleh melalui kegiatan surveilans epidemiologi adalah:
-       Reaksi sosial;
-       Penyakit menular;
-       Perpindahan penduduk;
-       Pengaruh cuaca;
-       Makanan dan gizi;
-       Persediaan air dan sanitasi;
-       Kesehatan jiwa;
-       Kerusakan infrastruktuk kesehatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENANTIAN TERINDAHKU

Sedetik. . . Semenit. . . Sejam. . . Sehari. . . Sebulan. . . Setahun. . . Dan kini telah 3 tahun lamanya aku menantimu ...